Mau Untung? Tak Cukup Akal Alat Kalkulasinya


Akal manusia cenderung melihat keuntungan itu pada apa yang didapatkan. Hal ini karena akal bekerja sebatas melihat manusia sebagai makhluk jasadiyah. Maka, bangsa yang berperadaban materialisme akan sangat pesat perkembangan jasadiahnya. Tetapi pada saat yang sama rapuh ruhiyahnya.

Itulah peradaban bangsa-bangsa yang dahulu menolak kebenaran wahyu. Seperti kaum Tsamud dan kaum ‘Ad. Mereka adalah kaum yang unggul akal pemikirannya tapi mati ruhiyahnya.

Akan tetapi, apakah benar orang yang memilih materialisme sebagai filsafat hidup telah terperangkap dalam kesalahan? Baca lebih lanjut

Mengubah Pola Pikir


Sejak kemarin (29/8), saya atas undangan seorang kenalan mulai aktif “mengasuh” grup chat dengan nama “7 Hari Mengubah Pola Pikir.”

Sampai detik ini, kurang lebih pas 24 jam, sudah masuk sebagai member sebanyak 179 orang.

Dari sekian banyak interaksi dengan anggota grup, ada pertanyaan yang menurut saya menarik.

Ini pertanyaannya, “Saat ini saya kuliah, saya selalu merasa gelisah terhadap masa depan saya. Saya takut tidak mendapatkan kerja setelah wisuda. Apa yang harus saya lakukan pak ustadz supaya hati saya ini tenang?” Baca lebih lanjut

By Imam Nawawi Dikirimkan di Artikel

Penyakit Penguasa


Ketika Fir’aun menjadi penguasa, dia memang hidup dalam limpahan kenikmatan. Kerajaan yang luas dan makmur di zamannya, tentara yang loyal, dan para menteri yang selalu membuatnya senang.

Tetapi, ada realita terbalik yang terus dipelihara dan tidak disadari dengan baik, yakni tradisi berpikir memandang remeh, salah, dan tak berguna siapapun yang berbeda pendapat apalagi keyakinan dengannya.

Saat itulah kesombongan bercokol kuat dalam diri Fir’aun. Dirinya bangga bisa memerintah banyak orang.

Tetapi ia lupa, bahwa orang taat kepadanya bukan karena ia berwibawa, tapi karena mereka juga mendapat keuntungan besar dengan mengikuti perintahnya, yang dalam praktiknya setiap titahnya tak benar-benar 100 % dijalankan. Baca lebih lanjut

By Imam Nawawi Dikirimkan di Hikmah

Perjalanan Indah Tunaikan Amanah QMD


Setiap orang Allah berikan media, jalan dan metode untuk berbakti.

Bagi orang seperti saya yang aktif di lembaga amil zakat, hari raya qurban bukanlah hari liburan, tetapi pemantapan pengabdian, karena banyak amanah mesti ditunaikan. Apalagi kalau bukan menyalurkan amanah qurban.

Sejak usai sholat Hari Raya Idul Adha saya mengikuti ritme Laznas BMH menjalankan amanah. Bermula dari Bogor, kemudian Sukabumi dan terakhir Kampung Cepak Buah Baduy Kompol di Lebak Banten (25/8).

Tapi itu belum seberapa, karena beberapa sahabat sudah menjalankan aksi dua hari sebelum hari raya. Ada yang ke Rakhine Myanmar, yang kabarnya drone tidak bisa dijalankan karena ditahan pihak imigrasi. Kemudian ada yang ke Nias Utara, mengantarkan amanah qurban ke suatu desa yang sejak Indonesia merdeka, baru kemarinlah mereka menikmati lezatnya daging qurban. Baca lebih lanjut

Kepada Kalian Saya Titipkan Cita-Cita Kemerdekaan


Alhamdulillah kesyukuran luar biasa atas karunia Allah Subhanahu Wa Ta’ala, di mana pada hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 73 tahun, banyak sekali pelajaran, inspirasi, bahkan pengalaman, yang Allah hadirkan sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada kita semua.

Saya sendiri sangat bersyukur, terutama kalau melihat teman-teman yang berada di pengungsian korban gempa Lombok, masih bisa menjalankan upacara bendera. Dan, yang spesial upacara itu dipimpin oleh Ustadz Bachtiar Nasir (UBN). Saya tidak hadir tetapi saya betul-betul bergetar dengan apa yang bisa dilakukan oleh teman-teman di sana.

“Allah sedang memuliakan bumi Lombok. Gempa ini harus membuat kita semakin dekat dengannya. Yakinlah akan ada hikmah terbesar di baliknya,” ungkapnya seperti dilansir www.hidayatullah.com

Lebih jauh, UBN menanamkan keyakinan besar kepada para pengungsi. “Cara tercepat untuk mengembalikan harta kita adalah bersedekah meskipun dalam keadaan susah. Yakinlah, Allah pasti akan mengembalikan rumah kita yang hancur.”

Selanjutnya saya juga bersyukur, karena karunia Allah Subhanahu Wa Ta’ala, melalui sahabat saya M. Deden Sugianto, menjadikan hari Jumat 17 Agustus 2018 sebagai hari penuh kebahagiaan.

Takdir Allah, membuat saya bisa berbagi cerita, semangat, dan inspirasi, dengan generasi muda yang menjadi tenaga pendidikan di Pesantren Hidayatullah Ruhama Gunung Sindur Bogor Jawa Barat.

Di sana saya mendorong agar teman-teman yang bergerak di bidang pendidikan, mendidik generasi penerus bangsa berkomitmen menjadi tauladan bagi murid-muridnya. Tidak mungkin akan lahir murid yang gemar membaca, jika gurunya lebih banya baca status. Tidak mungkin akan lahir murid disiplin, jika pelajaran disiplin tidak hadir dalam kenyataan.

Sadar silaturahim bukan amalan yang bisa dilakukan setiap waktu, maka saya pun meminta untuk bisa bersilaturahim dengan para santri, baik santri putra maupun santri putri.

Dalam pertemuan dengan santri putra, saya sedikit mengisahkan tentang bagaimana etos keilmuan Imam Bukhari yang sejak kecil memang telah memiliki cita-cita yang jelas, yaitu ingin menjadi ahli hadits. Cita-cita itu bukan tanpa hambatan, ada kekurangan, ada kendala.

Tetapi semua terjawab dengan doa yang tiada henti dan terus menerus dilakukan oleh sang ibu untuk tercapainya cita-cita sang anak. Sampai kemudian hadir keajaiban dari sisi Allah, dimana Imam Bukhari kecil yang sempat tak mampu melihat, kemudian bisa memandang dunia dengan mata kepalanya. Subhanalloh. Sejak itu, sejarah hidup Imam Bukhari sangat luar baisa.

Kemudian saya sampaikan pertanyaan kepada para santri putra. Mengapa seringkali orang dilanda kemalasan, lantas sulit untuk disiplin dan nyaman di dalam pelanggaran-pelanggaran yang ada di pesantren?

Mereka terdiam. Tetapi saya melanjutkan, sebenarnya bukan karena diri kalian yang nakal, malas, dan lain sebagainya. Tetapi boleh jadi karena belum hadirnya niat yang kuat, sehingga kalian tidak sadar dan tidak mengerti, apa yang semestinya dilakukan selama berada di pesantren.

Padahal menjadi anak-anak, menjadi remaja, menjadi pemuda, adalah momentum yang tidak bisa terulang di dalam kehidupan manusia.

Oleh karena itu selagi ada kesempatan menjadi generasi penerus bangsa, belajarlah sungguh-sungguh untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi bangsa, negara, agama dan peradaban Indonesia.

Adapun kepada santri putri saya berbagi tentang bagaimana cara meningkatkan semangat dan motivasi dalam belajar. Kaum Hawa harus punya tekad untuk memiliki intelektualitas yang baik, juga memiliki komitmen yang tinggi, serta semangat beribadah.

Mereka nampak seperti menikmati paparan yang saya jelaskan. Namun sangat mengejutkan ketika dibuka sesi diskusi ternyata yang mereka tanyakan adalah bagaimana meningkatkan daya baca.

Daya baca di sini adalah yang dimaksud oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yaitu semangat untuk membaca buku, mencari ilmu dengan terus-menerus menelaaah buku atau pun beragam karya tulis yang ada di dunia ini. Bahkan kalau bisa juga membaca zaman (making sense of experience).

Saat membersamai santri putri Ruhama, Hidayatullah Gunung Sindur Bogor Jawa Barat (17/8/2018)

Menurut beliau orang Indonesia sudah cukup bagus minat bacanya. Terutama ketika membaca WA, membaca media sosial, atau membaca berita-berita online.

Akan tetapi itu tidak cukup untuk menjadikan kita memiliki bekal ilmu. Harus ada daya baca yang lebih tinggi, yaitu membaca buku.

Mendengar jawaban itu nampak ada pancaran kebahagiaan dari para santri.

Saya tegaskan di akhir, saya sangat berkepentingan bertemu kalian wahai generasi penerus bangsa dan negara, karena jika tidak kepada kalian, yang harus memburu ilmu, kepada siapa lagi cita-cita kemerdekaan dan semangat membangun peradaban mulia di negeri ini saya titipkan!

Hari ini kita merdeka yang ke 73 tahun. Tetapi, hari ini masih banyak cita-cita kemerdekaan yang belum menjadi kenyataan.

Akankah kalian bisa mewujudkan cita-cita kemerdekaan?

Dengan bekal ilmu, insya Allah bisa. Karena ilmu di dalam Islam tidak bisa dipisahkan dengan iman dan amal. Semangat memburu ilmu, jadilah pribadi merdeka untuk kemerdekaan hakiki bangsa Indonesia.

Gunung Sindur, 7 Dzulhijjah 1439 H

Imam Nawawi >>> twitter @abuilmia

 

By Imam Nawawi Dikirimkan di Artikel

Adakah Kita Sabar dalam Mendidik Anak?


Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menjelaskan kepada kita bahwa belajar itu adalah kewajiban dari kandungan hingga liang lahat, hal ini benar-benar menyentak kesadaran kita.

Sebab ternyata belajar itu tidak sama dengan sekolah. Sekolah ada masanya, sekolah ada ujiannya, dan sekolah ada kelulusannya. Tetapi belajar tidak kenal dengan itu semua. Belajar bagi kaum muslimin wajib kapan dan dimana pun.

Dan, kita sering menemui bahwa ada orang yang cerdas, berpengaruh, justru terkadang tidak lulus sekolah.

Hal tersebut bukan berarti sekolah tidak perlu. Tetapi garisbawah yang harus kita pahami dengan baik adalah bahwa belajar adalah hak dan kewajiban setiap manusia yang siapa berani belajar, bersungguh-sungguh belajar, maka dia akan menjadi orang yang berhasil dengan izin Allah. Baca lebih lanjut

By Imam Nawawi Dikirimkan di Artikel

Tangisan Juara Indonesia


Malam ini, seluruh rakyat Indonesia berbahagia, bersyukur, dan bergembira atas keberhasilan Timnas U 16 menjuarai ajang Piala AFF.

Seorang redaktur senior sebuah harian di Jakarta menulis di akun facebooknya, “Alhamdulillah. Indonesia U16 juara AFF. Sujud syukur dan tangis bahagia.”

Semua orang berbahagia, tidak saja mereka yang gilabola, kaum ibu, anak-anak dan siapapun tiba-tiba menjadi ngeh dengan sepakbola.

Anak saya sendiri terlihat tegang saat drama adu penalti berlangsung. Tentu ia tidak mengerti soal regulasi pertandingan bola, namun emosinya larut ke dalam lapangan. Seakan-akan ia tahu bahwa Indonesia dalam situasi mendebarkan. Baca lebih lanjut

Deklarasi Capres Cawapres Usai Mari Kembali Fokus Membangun Negeri


Alhamdulillah, berita tentang siapa capres dan cawapres telah berakhir. Ada dua pasangan siap maju.

Petahana, Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin. Kemudian, Prabowo Subianto dan Sandiaga Shalahudin Uno. Semoga energi dan fokus kita ke depan sudah bisa bergeser dari momentum yang ditunggu-tunggu menuju aksi nyata membangun negeri.

Pada prinsipnya, membangun negeri adalah proses yang harus terus dilakukan, terlepas ada moment pilpres atau tidak. Sekalipun tentu, sangat penting menentukan siapa presiden yang tepat, efektif, dan mampu secara utuh bertanggung jawab membawa bangsa ini pada harkat dan martabatnya.

Saat isu capres dan cawapres menyita ruang headline media, di Lombok secara umum dan Lombok Utara secara khusus, ada ratusan ribu saudara kita yang kesulitan menjalani kehidupan. Hal ini karena aktivitas mereka bisa dikatakan terkendala bahkan mungkin lumpuh, sementara kediaman dan fasilitas umum yang ada juga tidak mampu bertahan digoyang gempa. Baca lebih lanjut

By Imam Nawawi Dikirimkan di Artikel

Mari Sadar, Manusia Sungguh Tak Berdaya


Di sebuah desa jauh dari kota ada seorang petani melakukan hal yang tak lazim di kampungnya. Ya, dia memelihara anjing yang kala malam, suara gonggongannya mengganggu banyak tetangga.

Tapi, kala diberi nasihat, bukannya tunduk mendengar. Ia malah berdiri dengan pongah, lantas berkata, “Anjingku sendiri, aku yang kasih makan, kenapa kamu yang sewot!”

Ungkapan tersebut membuat warga enggan bahkan ogah untuk menegurnya kembali. Resikonya, setiap malam, gonggongan anjing itu harus mereka nikmati bagaimanapun bisingnya menari-nari dalam gendang telinga, disaat mata tak lagi punya daya menangkap cahaya. Baca lebih lanjut

Kali Item dan Kebenaran Mutlak “Kinerja” Tuhan


Kali Sentiong alias Kali Item sempat menjadi viral di media sosial karena baunya yang cukup menganggu, lebih-lebih bau itu juga menyerang wisma atlet Asian Games 2018.

Tetapi, dengan beragam upaya yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, bau di Kali Item mulai lenyap.

Hal ini dibuktikan dengan kehadiran Wapres JK ke Kali Item. Seperti diberitakan cnnindonesia.com ( https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180803110143-20-319163/buktikan-tak-ada-bau-jk-ajak-anies-makan-pisang-di-kali-item ) ternyata bau itu telah tiada. Baca lebih lanjut

By Imam Nawawi Dikirimkan di Hikmah