Menetapkan Sasaran

Saat mengabadikan momen melalui kamera, seseorang butuh sasaran dan fokus yang tinggi

“Orang yang paling berhasil adalah orang yang menetapkan sasaran mereka sendiri, lalu bekerja keras mencapainya.” (John C. Maxwell).

Belakangan sempat hangat soal olahraga panahan, tetapi sedikit yang mengupas soal sasaran. Padahal, sasaran sangat penting dalam kehidupan.

Perlu diketahui, sebuah kamera canggih pun perlu sasaran yang jelas, sehingga dapat menemukan fokus dengan mudah. Dengan demikian, kamera pun akan berfungsi dengan baik.

Waktu

Terkadang manusia lupa memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya

Setiap hari ada saja orang berkata, nyaris terlambat, tapi beruntung tetap bisa terbang.

Seorang teman dalam briefing pagi pekanan kami berkata, “Beruntung kita datang lebih awal, sehingga punya kesempatan untuk pemanasan untuk lebih siap bertanding.”

Suatu waktu seorang sahabat yang akan mengikuti sesi nikah berkah di Surabaya tiba-tiba kirim pesan, “Tolong jemput, aku ketinggalan pesawat.”

Dalam obrolan yang paling sering, “Waktu itu tahun berapa, ya. Rasanya baru kemarin saja, ya.”

Demikianlah waktu. Yang berlalu tak bisa dikejar yang akan datang tak bisa dipastikan.

Mengapa ada Kewajiban?

Sekalipun seseorang telah kuliah, kadang bukan ilmu yang dikejar, melainkan hobi dan kesenangan

Pertanyaan ini mungkin aneh, dianggap tidak penting atau mungkin malah dinilai sebagai pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban.

Namun bagaimanapun, memahami latar belakang dari setiap hal penting, jauh akan memberikan energi besar untuk konsisten melakukan apa yang diwajibkan. Daripada melakukan sesuatu tanpa pemahaman.

Tentu saja dalam hal ini adalah kewajiban yang telah Allah tentukan untuk kita.

Dalam masalah ini, menarik yang ditulis oleh Buya Hamka dalam bukunya “Dari Lembah Cita-Cita.”

Mufassir itu mengatakan bahwa “Manusia budak dari kebiasaannya.”

Mengenali Tahapan Tamyiz dalam Mendidik Anak

Suasana Seminar Parenting Tahapan-Tahapan Pendidikan Anak Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits (24/2)

Alhamdulillah, pekan ini benar-benar special bagiku. Sejak awal pekan sampai akhir, Allah berikan kepadaku kesempatan menimba ilmu.

Sabtu, 9 Jumadil Akhir 1439 H (24/2/2018) saya diminta mendampingi Ustadz Mohammad Fauzil Adhim sebagai moderator dalam Seminar Parenting “Tahapan-Tahapan Pendidikan Anak Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits di SD Integral Hidayatullah Depok Jawa Barat.

Tentu saja dengan gaya beliau yang khas dalam mempresentasikan perihal kepengasuhan dan pendidikan anak, banyak hal baru (yang sebenarnya setiap Muslim idealnya mesti paham) beliau sampaikan dalam forum.

Seperti soal tahapan pendidikan anak, apakah anak sudah sampai pada tahap “Tamyiz” orangnya disebut mumayyiz.

Membaca Novel Cinta nan Romantis

Saat sang penulis novel Biarkan Cinta Menemukanmu menandatangai hadiah buku keduanya untukku

Kamis, 7 Jumadil Akhir 1439 H (22/2/2018) menjadi hari yang spesial bagiku.

Di hari itu, saya mendapat kesempatan mendampingi Redaktur Senior Harian Republika sebagai moderator dalam Training Jurnalistik.

Sosok yang dalam setahun bisa dihitung jari bertemu, kini tepat berdampingan bersama saya untuk satu kesempatan sharing tentang jurnalistik.

Saya perkenalkan beliau kepada sahabat-sahabat saya dari 20 Propinsi di Indonesia ini, bahwa beliau adalah sosok jurnalis yang tidak saja profesional dan teruji, tetapi juga sangat kuat perhatian dan kecintaannya terhadap dunia dakwah.

Saat hal itu kusampaikan, secepaat burung elang melihat, kupantau dengan cepat aura wajah para peserta, mereka menyimak dengan khidmat dan sadar sepenuh hati, pemateri yang kini ada di hadapan mereka adalah sosok yang diri mereka mesti benar-benar siap menerima setiap kalimat demi kalimat beliau dalam bahasan jurnalistik.

Menulis itu Praktik Jangan Terus Diteorikan

Menulis butuh inspirasi, maka rajinlah membaca dan diskusi, terutama dengan ahli ilmu

Saat pagi mulai menyapa, seperti biasa, saya selalu menyempatkan diri membagikan link artikel yang saya posting di blog kesayangan, http://www.abuilmia.wordpress.com

Jauh sebelum membuka laptop di pagi hari, saya sudah sempat menyampaikan kepada teman yang sekearang tugas di Semarang soal tulis-menulis.

Seperti jaring yang bertemu, ide itu ternyata mendapat penguatan dari status seniorku dalam tulis-menulis.

Ya, Ustadz Mahladi di status FB-nya menuliskan, “Menulis itu soal praktik, bukan sekadar teori. Menulis itu soal rasa, bukan sekadar keterampilan.”

Kalau boleh saya interpretasikan (tafsirkan maksudnya, ya 🙂 ) kira-kira seperti ini.

Syi’ah, Islam dan Ilmu Pengetahuan

Suasana kajian ilmu di masjid (ilustrasi/foto: Abuilmia)

Senin (19/2) saya mendapat pesan melalui aplikasi media sosial dari Dr. Syamsuddin Arif, penulis buku dengan bahasan-bahasan berat namun sangat lihai dalam penyajian narasinya, sehingga sangat nikmat kala membaca karya-karya beliau.

Sahabat bisa buktikan nikmatnya tulisan beliau dalam buku terbarunya, “Bukan sekadar Mazhab: oposisi dan heterodoksi Syi’ah.”

Buku tersebut mengupas soal Syi’ah secara komprehensif. Sahabat yang selama ini sepotong-potong tahu soal Syi’ah dengan buku ini Sahabat akan tahu siapa, mengapa, kapan, dimana dan bagaimana Syi’ah muncul dan berkembang hingga saat ini dengan begitu gamblang.

Nilai special buku tersebut terletak pada “interaksi” Dr. Syamsuddin Arif sendiri dengan Syi’ah, sehingga sejak pertama kali membacanya, kita seperti masuk ke dalam sebuah museum yang menggambarkan secara utuh apa itu Syi’ah.

Krisis Keamanan

Petugas keamanan (Ilustrasi)

Indonesia nampaknya sedang mengalami krisis keamanan. Mulai dari rawannya tokoh agama menjadi sasaran amuk orang gila, sampai pembangunan infrastruktur di Jakarta yang belakangan sering bermasalah.

Terbaru adalah robohnya pier head atau kepala tiang dalam pengecoran proyek jalan Tol Bekasi Cawang Kampung Melayu (Becakayu).

Tenu saja banyak faktor yang menimbulkan krisis keamanan ini terjadi, baik yang sifatnya sosial menyasar tokoh agama dan tempat ibadah. Termasuk sisi pembangunan, meski tidak semasif krisis keamanan di bidang sosial.

Wahai Orang Tua, Yuk Bercanda dengan Buah Hati

Seorang ayah sedang berusaha menenangkan dua anak yang nyaris bertengkar dengan memperlihatkan foto keakraban keduanya

Bercanda bersama anak-anak memang memberikan kesan dan kebahagiaan tersendiri.

Para ayah, ibu, atau orang tua penting sekali menyempatkan waktu bercanda bersama anak-anak di rumah.

Dr. Abdul Aziz al-Fauzan dalam bukunya Fikih Sosial merekomendasikan para ayah untuk meluangkan sebagian waktunya duduk bersama anak-anak, bergaul bersama mereka, bersenda gurau dan bercanda bersama mereka, berbincang-bincang bersama mereka.

Hal itu, menurutnya akan menjadikan anak dapat mengambil manfaat yang besar dari sang ayah, hubungan antarkeduanya menjadi erat, dan kehadiran sosok ayah benar-benar dirasakan.

Bahkan, jika itu dapat berjalan dengan baik, anak akan menjadikan sang aah sebagai sahabat setia, konsultan yang amanah, sehingga anak lebih siap menerima dengan ikhlas nasihat dari ayahnya.

Dasar Pembangunan Berkesinambungan

Mencoba melihat dasar pembangunan paling hakiki bersama nikmatnya kopi kampung

Hari ini saya ingin berbagi tentang pembangunan. Kalau kita tidak melihat sejarah, maka apa yang berkembang hari ini nampaknya akan menjadi tumpuan dalam melihat, merencanakan, dan menentukan arah masa depan.

Lihat saja misalnya buku Trust karya Francis Fukuyama, ia bahkan mengakui sendiri bahwa buku tersebut dia tulis melihat fenomena politik yang tidak bisa bebas dari pengaruh ekonomi.

Indonesia pun melihat pembangunan juga demikian. Infrastruktur selalu menjadi andalan dan dijadikan sebagai indikator kuat bahwa pembangunan berjalan giat.

Tetapi benarkah itu sebuah program pembangunan yang hakiki?